Bank Dunia: Jepang Tumbuh Lagi di Semester-2

Analisis awal Bank Dunia tentang akibat gempa dan tsunami Jepang terhadap Asia Timur.

Bank Dunia memprediksi Produk Domestik Bruto (PDB) riil Jepang akan melambat sementara menyusul bencana alam gempa bumi dan tsunami yang menghantam negeri itu. Meski demikian, diyakini pertumbuhan PDB akan mulai melaju lagi pada pertengahan kedua 2011 saat upaya rekonstruksi mulai dilakukan.

Dalam laporan berjudul 'World Bank in Its Latest East Asia and Pacific Economic Update: Securing the Present, Shaping the Future', Bank Dunia memberikan analisis awal tentang akibat dari gempa bumi dan tsunami yang melanda Jepang terhadap wilayah Asia Timur dengan berfokus pada sektor perdagangan dan keuangan. Namun, laporan ini mengenyampingkan dampak ancaman nuklir.

"Jelas, mengingat pentingnya Jepang di Asia Timur, peristiwa tragis itu akan berdampak pada wilayah tersebut. Tapi, terlalu dini untuk memberikan penilaian yang akurat tentang kemungkinan kerusakan yang ditimbulkannya. Sekarang ini kami berharap dampak ekonomi dari bencana ini di kawasan Asia Timur berlangsung singkat. Kami berharap pertumbuhan ekonomi Jepang dapat diakselerasi dengan didukung oleh upaya rekonstruksi yang cepat," demikian Kepala Ekonom Bank dunia Untuk Asia Timur dan Pasifik, Vikram Nehru dalam keterangan persnya, Senin, 21 Maret 2011.

Bank Dunia menganalisis dampak terbesar yang langsung dari musibah tsunami yang melanda Jepang akan terjadi pada sektor perdagangan dan keuangan. Bank Dunia mencontohkan, gempa bumi Kobe pada 1995 lalu telah membuat perdagangan Jepang melambat untuk beberapa kuartal. Namun, dengan cepat pula, Jepang yang lalu mengimpor berbagai kebutuhan untuk pemulihan ekonomi selama setahun penuh, berhasil membuat ekspornya rebound hingga 85 persen dari level sebelum gempa bumi terjadi.

"Tapi, kali ini gangguan di jaringan produksi, khususnya di industri otomotif dan elektronik, masih bisa menimbulkan masalah," ujar Vikram.

Di bidang keuangan, Bank Dunia mencatat sekitar seperempat dari utang jangka panjang di Asia Timur adalah dalam mata uang Yen, dengan porsi terendah di China sekitar 8 persen dan tertinggi 60 persen di Thailand. Karena Yen mengalami apresiasi sebesar 1 persen, itu akan mengakibatkan pembayaran utang tahunan dalam mata uang yen akan mengalami kenaikan satu miliar dolar.

"Asia Timur dapat terus tumbuh dengan cepat jika bersedia membuat keputusan-keputusan sulit yang diperlukan untuk menjamin stabilitas makroekonomi dalam lingkungan ekonomi global," kata Vikram Nehru. (kd)• VIVAnews 

0 komentar:

Posting Komentar